Selasa, 17 November 2015
Warga Terdampak Waduk Jatigede Masih Bertahan
Jabar_Barakindo- Sejumlah warga
dibeberapa lokasi yang terkena imbas pembangunan Waduk Jatigede, di Sumedang,
Provinsi Jawa Barat (Jabar), hingga kini masih terus bertahan dirumahnya masing-masing.
Warga masih bertahan lantaran masih ingin mempertahankan warisan leluhur
Sumedang Larang yang akan ditenggelamkan dalam proyek pengairan Waduk Jatigede.
Warga yang masih bertahan diantaranya terdapat di Desa Cipaku, Sadang
dan Paku Alam. “Selamatkan kami dari bendungan Waduk Jatigede”. Demikian pernyataan
yang dibuat bersama sejumlah warga dalam pernyataan sikap masyarakat Sumedang
Larang yang diterima Barak Online Group, Senin (16/11/2015).
Salah seorang warga Desa Paku Alam, Rudy menegeskan, warga tidak akan meninggalkan
tanah warisan leluhurnya sebelum air naik tangga Cipaku.
Mei, salah seorang aktivis perempuan lokal menyebutkan, pembangunan Waduk
Jatigede membawa bencana bagi warga Sumedang Larang. “Kalau pemerintah tetap
memaksakan penenggelaman peradaban masyarakat terdampak, itu sama saja dengan
pemiskinan bahkan pembunuhan secara terorganisir terhadap rakyatnya sendiri,” ujarnya.
Karena itu, ia mendesak pemerintah Jokowi-JK membatalkan rencana
penenggelaman peradaban masyarakat Sumedang Larang. “Tidak ada tawar-menawar. Selamatkan
peradaban Sumedang Larang dan batalkan pengairan Waduk Jatigede,” tegasnya.
Seperti dilansir sejumlah media massa, selain alasan mempertahankan
warisan budaya lokal, masih ada pula warga yang bertahan lantaran kebingungan
hendak pindah kemana. Alokasi anggaran kompensasi yang dikucurkan pemerintah
sebesar Rp 29 juta per Kepala Keluarga (KK), dinilai tidak wajar dan tidak
cukup untuk memulai kehidupan yang baru.
"Uangnya tidak cukup untuk membuat rumah baru. Biaya pindahan saja
sudah berapa," ujar salah seorang warga Desa Tarunajaya Ateng, layaknya
dilansir newsviva
beberapa waktu lalu.
Karenanya, sejumlah warga memilih bertahan di lahan yang sedianya akan ditenggelamkan. Terlebih warga juga mengkhawatirkan mata pencaharian mereka usai waduk difungsikan. "Lahan pertanian kami juga tidak ada lagi nanti. Lantas kami bertahan hidup dan memberi nafkah keluarga dengan apa?" ujarnya.
Sementara Entin, warga Jatigede, mengaku hingga kini dana kompensasi miliknya masih belum dibayarkan. Karena itu, ia bersama keluarganya memilih tinggal di tenda berukuran 2 x 4 meter sembari menunggu pencairan. Ia juga khawatir, dana itu juga belum tentu cukup untuk mengurus dan mencari hunian baru. "Sudah sepuluh hari ini kami tinggal di tenda. Kompensasi kami belum dibayar. Kami pun masih ragu nanti dapat rumah atau tidak," katanya.
Waduk Jatigede dijadwalkan akan diari oleh pemerintah pada 31 Agustus 2015. Lebih dari 11 ribu kepala keluarga terdampak dari proyek tersebut. Seluruh warga disediakan kompensasi dari pemerintah dengan jumlah bervariasi. Sebanyak 4.514 kepala keluarga diberi uang senilai Rp122,5 juta dan sebanyak 6.410 kepala keluarga lagi diberi uang Rp29 juta. (Red)*
Karenanya, sejumlah warga memilih bertahan di lahan yang sedianya akan ditenggelamkan. Terlebih warga juga mengkhawatirkan mata pencaharian mereka usai waduk difungsikan. "Lahan pertanian kami juga tidak ada lagi nanti. Lantas kami bertahan hidup dan memberi nafkah keluarga dengan apa?" ujarnya.
Sementara Entin, warga Jatigede, mengaku hingga kini dana kompensasi miliknya masih belum dibayarkan. Karena itu, ia bersama keluarganya memilih tinggal di tenda berukuran 2 x 4 meter sembari menunggu pencairan. Ia juga khawatir, dana itu juga belum tentu cukup untuk mengurus dan mencari hunian baru. "Sudah sepuluh hari ini kami tinggal di tenda. Kompensasi kami belum dibayar. Kami pun masih ragu nanti dapat rumah atau tidak," katanya.
Waduk Jatigede dijadwalkan akan diari oleh pemerintah pada 31 Agustus 2015. Lebih dari 11 ribu kepala keluarga terdampak dari proyek tersebut. Seluruh warga disediakan kompensasi dari pemerintah dengan jumlah bervariasi. Sebanyak 4.514 kepala keluarga diberi uang senilai Rp122,5 juta dan sebanyak 6.410 kepala keluarga lagi diberi uang Rp29 juta. (Red)*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
Oleh: M Hatta Taliwang PERISTIWA Gerakan 30 September sudah 48 tahun berlalu. Tokoh-tokoh yang terlibat atau dituduh terlibat mungkin ...
-
Ini Kebijakan Pemerintah atau Begundal Kapitalis? Analisis Oleh: Danil’s PEMERINTAHAN SBY-Budiono kembali menunjukan sikap ti...
-
SUARA GARUDA; - Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar), Anwar Adnan Saleh, mengancam akan melaporkan kontraktor pelaksana pembangunan jembat...
-
Soal Potensi Kerugian Sekitar Rp 2,387 Triliun Jakarta_Barakindo - Direksi Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) ...
-
Oleh: M Hatta Taliwang MUNGKIN kata Tanah Tumpah Darahku dalam syair lagu Indonesia Raya mesti dibuang. Karena selama Indonesia merdek...
-
Suara Garuda ; JAKARTA - Ditengah gencarnya desakan pencopotan terhadap Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) II Pada...
-
Suara Garuda ;- JAKARTA - Setelah melaporkan kasus dugaan korupsi atas penyelenggaraan anggaran pemeliharaan rutin jalan dan jembatan...
0 komentar:
Posting Komentar